Senin, 09 Juni 2014

Number Thirteen ( Fanfic )





Number Thirteen || Kim Taehyung (BTS), (OC)|| School Life, Teenagers, Romance || 
(OC-nya bukan yang main di My Love From Another Star ya dan latarnya Taehyung masih SMP^^v)

“Tiga belas, itu angka sial!”



~@^-^@=Woooke, Happy Reading All=@^-^@~

Taehyung, Kim Taehyung, itu namanya. Usianya baru sembilan tahun kala itu. Ia baru bisa menghitung matematika dasar, serta berbagai perkalian dasar. Bahkan untuk mengikat tali sepatunya sendiri, ia masih butuh bantuan Ibunya.


Tapi semuanya tak masalah sejak ia bertemu – ah, kenal dengan tetangga barunya, Min Jiyoung. Gadis bersurai hitam pekat bermata obsidian. Gadis yang sebaya dengannya itu kerap meluangkan waktu untuk belajar bersama, bermain bersama bahkan mengikatkan tali sepatunya sebelum ia pergi berlatih sepak bola.


Taehyung merasa nyaman dengannya.


Saat usianya sebelas tahun, Taehyung sudah bisa mengikat tali sepatunya sendiri. Bahkan ia sudah pintar membantu ibunya membereskan rumah. Tapi sayangnya, ia kehilangan Jiyoung. Sahabat perempuan satu-satunya itu telah lebih dulu pulang.


Kadang, Taehyung merindukannya. Berharap ia dapat bermain bersama, belajar bersama dan berharap Jiyoung mau mengikatkan tali sepatunya lagi. Segera ia buang fikiran itu jauh-jauh. Lalu dia terkikik geli,

Pasti nanti aku akan takut kalau Jiyoung bangun lalu datang padaku dan mengikatkan tali sepatuku, hii.


Jiyoung meninggalkannya di bulan ke tiga belas setelah mereka berteman. Bahkan, Taehyung selalu mengingat tanggalnya. Mengukir tanggalnya di pagar kayu milik tetangganya yang super bawel, bibi Nam. Jiyoung lahir dan pergi di tanggal yang sama, tiga belas Maret.


Mengingatnya saja membuat Taehyung sebal. Dan sampai sekarang, ia masih kesal dengan angka itu. Taehyung juga percaya jika angka tiga belas adalah angka pembawa sial. Dia mengamati hal-hal berbau angka tiga belas.


Di gedung apartement pamannya, tak ada lantai tiga belas. Di sektor rumahnya, tak ada nomor rumah tiga belas. Di tim inti sepak bola sekolahnya hanya ada dua belas anggota. Di tim sepak bola favoritnya juga tak ada nomor punggung tiga belas. Taehyung juga yakin jika angka itu keramat dan berhubungan dengan hal mistis.


Jadi, tiap tanggal tiga belas datang, ia selalu bersikap sangat berhati-hati. Katanya sih, takut celaka.
Di usianya yang ke tiga belas, Taehyung merasa sedih. Kenapa sih ia harus melawati usia yang ke tiga belas? Memang tak bisa loncat ke usia empat belas, apa?

_________________


Taehyung selalu mengawali harinya dengan berdoa.


Jiyoung dulu pernah bilang, dengan berdoa kita akan lebih tenang dan aman dari sebelumnya. Kendati ibunya pernah mengatakan hal ini sebelumnya, tapi ia lebih percaya pada Jiyoung.


Dan hari ini, tepat di mana ia melangkahkan kakinya di sekolah baru. Dan hebatnya lagi, hari ini tanggal tiga belas, wow. Maka Taehyung berdoa dengan amat sangat khidmat. Berharap tak ada kesialan dalam bentuk apapun menimpanya.


Taehyung masuk di sekolah barunya. Setelah ia mengikuti upacara penerimaan murid baru, ia dan Jimin - teman satu sekolah lamanya menuju kelas yang telah di tentukan. Tiba-tiba, seseorang menabraknya dari belakang. Bisa ia rasakan badan belakangnya basah. Padahal masih pagi tapi, bajunya sudah basah duluan.


Tuh kan, tanggal tiga belas sih!


Saat ia membalikkan tubuhnya menghadap si pelaku, amarahnya langsung menguar entah ke mana. Bahkan, rasa tega yang muncul di hatinya saat ini. Ia kira, yang menabaraknya seorang anak jelek menyebalkan. Tapi ternyata, seorang gadis bersurai hitam pekat yang kakinya diperban.


Ia terjatuh dengan keadaan bersimpuh. Kaki kirinya - yang dibalut perban – berada di bawah badannya, pasti sangat sakit. Buru-buru Jimin menolongnya. Gadis itu segera memohon maaf pada Taehyung dan berterima kasih pada Jimin. Sementara tangan kirinya membawa sebuah botol yang tak tertutup rapat. Mungkin, hal ini yang menyebabkan ia terjatuh.


Mianhae, aku tak sengaja. Mianhae” ucapnya berkali – kali. Dan taehyung hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Cara bicara gadis itu sama seperti Jiyoung. Warna mata serta rambutnya juga sama. Dan entah kenapa, Taehyung merasa ada sesuatu beterbangan di dalam perutnya.

___________________


Sekarang Taehyung telah mengenali gadis yang menabraknya tempo hari. Jeon Jihyun namanya. Manik matanya hitam obsidian, rambutnya hitam pekat. Gayanya bicara, berjalan, menatap seseorang mirip Jiyoung, sangat. Hanya saja, Jihyun lebih menampilkan sosok feminim.

Rambutnya yang tergerai bebas di udara terlihat sangat lembut.

Ah, kalau disentuh pasti halus!


Dia berjalan mendekat ke arah Taehyung yang tengah berdiri saat ini. Ya Tuhan, rasanya Taehyung ingin terjun dari lantai dua sekolahnya. Bisa ia rasakan dengan jelas bahwa jantungnya berpacu tiga kali lebih cepat. Saat mereka berpapasan, helaian rambut Jihyun tertiup angin memberi kesan anggun.

Oh, jangan lupakan caranya menyapa. Ia menoleh ke arah Taehyung sambil menundukkan sedikit kepalanya. Senyum manis dengan deretan gigi putih yang berjajar rapi juga terbingkai di wajahnya. Matanya merapat membentuk lengkungan seperti senyum di bibirnya.

Dan Taehyung rasa, kata ‘Hai’ saja bisa membuatnya terbang jauh. Mungkin jika Jimin tidak muncul setelahnya, ia bisa kejang di tempat merasakan euforia hatinya.

Jihyun duduk di barisan tengah kelas, bangkunya tepat di tengah juga. Ketika Jihyun mengerjakan soal, Taehyung bisa mengamati gadis itu lebih lama dari belakang. Entah kenapa, soal bilangan berpangkat pun rasanya sangat mudah hanya dengan menatap punggung Jihyun.

Menit demi menit Taehyung lalui. Pelajaran Choi songsaengnim kali ini rasanya menyenangkan. Semua soal yang tertera di papan tulis sudah ia selesaikan sepuluh menit yang lalu. Dan sekarang, ia lebih memilih memperhatikan Jihyun yang sedang belajar ketimbang memperhatikan sang pengajar.

“Kim Taehyung”

Mendengar namanya dipanggil, ia segera menoleh ke sumber suara. Dan menghentikan kegiatan yang menurutnya menyenangkan.

“Kerjakan nomor tiga belas!” Titah Choi songsaengnim. Taehyung yang kaget hanya bisa meneguk salivanya. Sementara teman-temannya yang lain memperhatikannya. Bahkan Jimin yang duduk di sebelahnya pun begitu.

Ditatapnya rentetan soal bilangan berpangkat itu baik-baik. Ia rasa, ia tak akan mampu menyelesaikannya. Demi tak mengecewakan seisi kelas, Taehyung segera berdiri dan melangkahkan kakinya ke depan.

Dan Taehyung untuk kesekian kalinya merutuki betapa sialnya angka tiga belas. Lagi – lagi ia hanya terpekur di depan papan tulis. Soal yang menurutnya tadi sangat mudah bisa jadi sesulit ini ketika dikerjakan di depan kelas.

“Jeon Jihyun, bantu dia”

Jihyun segera berdiri dengan senyum khasnya. Dan Taehyung sangat berterima kasih pada gurunya yang satu ini. Ketika Jihyun telah berdiri di sampingnya, ia segera menggeser posisinya. Takut gadis itu mendengar degupan liar jantungnya.

“Hei, kenapa kau diam saja?” dan Taehyung hanya menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. Belum sempat Jihyun membantu, Taehyung lebih dulu mengerjakan soal tersebut. Dan entah ada angin apa, Taehyung merasa dirinya pintar seketika.

Kalau begini sih, aku lebih baik memperhatikan Jihyun.

___________________

Lambat laun, Taehyung mulai belajar untuk melupakan segala bayang-bayang Jiyoung. Ia mengganti ekstrakulikulernya dengan bola basket, bukan bola sepak lagi. Ia juga mencoba untuk menyukai angka tiga belas.


Jihyun yang merubahnya menjadi begini. Gadis yang mirip Jiyoung itu sangat menyukai angka tiga belas. Ia lahir di tanggal yang sama dengan Jiyoung. Ia juga memiliki hobi yang sama dengan Jiyoung. Sampai-sampai Taehyung merasa bahwa Jihyun adalah pengganti sosok Jiyoung untuknya.


Pukul tiga sore, ketua basket sekolahnya mengumumkan latihan dadakan. Dengan berat hati Taehyung menunda kembali jadwal mainnya. Ia berkali-kali menyumpahi kakak kelasnya itu. Tentunya dalam hati, siapa pula yang mau berhadapan langsung dengan orang macam Kim Jongin, hiiii.


Dengan tas yang tergantung di bahu kirinya, ia masuk ke ruang ganti dengan malas. Sedikit-sedikit ia hentakkan kakinya. Padahal, ia baru beli game baru, terpaksa ditunda karena acara sparring dadakan.


Sampai di lapangan, lagi – lagi amarahnya mereda saat ia melihat Jihyun di barisan anak perempuan. Rambut panjangnya itu dikuncir kuda. Kulitnya yang tertempa sinar mentari sore membuatnya semakin tambah cantik.Well, menurutnya jika ada Jihyun semua akan baik-baik saja.


Meskipun sekarang mereka terpisah jarak sekitar tiga meter, rasa-rasanya Taehyung mampu mencium wangi parfum Jihyun. Dan hebatnya, hal itu membuat Taehyung makin semangat menggiring bola.


Giliran Jihyun melakukan lay up. Meskipun badan gadis ini tak seberapa tapi, jangan remehkan kemampuannya yang satu ini. Caranya mendribble bola, melakukan offence hingga membidik ring (?), semuanya per-fect (bagi Taehyung). Jangankan lay up, pass break pun Jihyun mampu melakukannya.

Prittt...

“Sekarang pembagian nomor punggung. Semua siap?!” teriak Bong Sunbae – pelatih basket mereka. Semua anak bersorak gembira termasuk Taehyung. Agar adil, mereka diminta memasukkan nomor favorite yang telah tertulis di sobekan kertas masing-masing ke dalam tabung. Lalu, mereka berdiri berurutan dari yang paling muda.


Yang paling muda diminta mengambil satu kertas. Lalu, nomor yang tertera di sana nanti akan jadi nomor punggungnya. Jika ada kesamaan atau kesalahan, barulah mereka diizinkan untuk menukar ataupun mengganti nomor.


Barisan laki-laki dan perempuan tentu terpisah. Dan Taehyung benar-benar ingin jika Jihyun dan ia bisa berbagi nomor punggung bersama. Karena, jika ada yang bernomor punggung sama, maka mereka akan di-pairingkan menjadi maskot team angkatan.


Hebatnya hal itu jarang terjadi. Taehyung hanya bisa berharap jika ia bisa mencatat rekor baru. Mungkin menjadi keren jika ia dan Jihyun berpasangan. Jihyun shooter perempuan utama dan, ia merupakan gelandang utama laki-laki.


“Warna seragam kali ini merah marun. Untuk yang keberatan bisa minta ganti warna. Dan untuk senior, tahun ini tak ada seragam baru. Maaf” kata Jongin lantang. Seketika murid kelas sembilan memberengut.


“Oke, yang merasa telah cocok dengan nomornya bisa baris ke sisi kiri lapangan” tungkai-tungkai kecil itupun segera berlari ke sisi kiri lapangan. Dan Taehyung tersisa sendirian di pinggir lapangan.

“Hei Taehyung, sedang apa kau?” teriak Jongin santai. Buru-buru Taehyung bangkit lalu ikut menyusul temannya yang lain. Segala sumpah serapah ia tujukan kepada Jongin, lagi. Dan ia baru sadar jika dia belum membuka gulungan kertas tersebut. Ketika namanya dipanggil, barulah gulungan itu berhasil ia buka.

“Nomor berapa kau?” tanya Bong Sunbae memastikan. Sementara keringat-dingin telah bercucuran di pelipis Taehyung. Jika namanya dipanggil, itu artinya nomor tak bisa ia tukar atau ganti.
Ia meneguk salivanya sendiri. Rasa takut dan kesal bergemuruh di dadanya.“Tiga belas, hyung” Bong Sunbae dan Jongin saling pandang terkaget hingga membuat anak-anak lain penasaran.


Naas.
________________________


Tak masalah bagi Taehyung mendapatkan nomor sial itu. Toh, kebetulan yang ia harapkan terjadi. Jihyun juga mendapat nomor yang sama. Dan yeah, mereka menjadi maskot angkatan mereka. Shooter  dan gelandang.

Tahun lalu, kakak kelas mereka juga pernah mendapatkan gelar ini. Oh Sehun – si Kapten - dan Amber Liu – si Horor, keduanya terlihat seperti laki-laki. Padahal, Amber seorang perempuan.

Tiga minggu berselang setelah pembagian nomor, tibalah saatnya pembagian kostum. Semua duduk bersimpuh di tepi lapangan. Kecuali Oh Sehun, sebagai kapten dan wakil ketua, ia berhak menggantikan tugas Jongin yang sedang terkena cacar air.

Taehyung telah membayangkan bagaimana hari-harinya nanti menjadi, yeah, rekan Jihyun. Setelah kostum dibagikan, sesuai rencana, Sehun akan mengumumkan pergantian jabatan. Atas dasar votting, siapa yang mendapat banyak suara ia akan menjadi pengurus baru.

Dan taehyung merasa masa bodoh dengan jabatan itu. Ia tak akan mencalonkan diri menjadi pengurus. Toh, untuk apa repot-repot begitu untuknya tak ada untung. Mungkin dewi fortuna bukan di pihaknya kali ini. Atas dasar votting, ia terpilih menjadi ketua basket kelas tujuh. Duh, yang benar saja? Dia saja belum lancar pivot bagaimana nanti mau jadi contoh?!

Tapi, sekali lagi Taehyung berhenti merutuki ke sialannya. Karena, lagi – lagi Jihyun terpilih menjadi wakilnya. Dan Taehyung yakin tugas menjadi seorang ketua tak akan sulit selama ada Jihyun di sisinya. Ugh, cheesy.

“Ih, kalian janjian ya? Dari kemarin-kemarin selalu sama!” cibir Sehun. Dan taehyung hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal – anggaplah ia gerogi. “Jodoh tak akan ke mana!” teriak Amber bermaksud meledek. Karena Amber serta Sehun, sekarang Taehyung dan Jihyun malah jadi bahan ledekan anak-anak basket.

“Tuh, dengar! Amber hyung bilang, jodoh tak akan ke mana!” timpal Sungjae yang langsung mendapat jitakan keras dari Amber “Aku ini yeoja!” gelak tawa langsung memenuhi sekitar tepi lapangan basket.

“Ssst... jodoh tak akan ke mana, pasti bertemu” bisik Amber sekali lagi tapi kali ini ke Jihyun. “Yeah, akan bertemu di pelaminan! Sebagai tamu, tapinya!” timpal Jimin. Dan sore itu, menjadi sore terhangat untuk Taehyung. Bayangkan saja, pipinya bersemu merah sepanjang ia digoda teman-temannya.

_______________________  

  
Kenaikan kelas delapan, kali ini Taehyung terpisah dengan Jihyun. Mereka sudah tidak satu kelas lagi. Taehyung sempat merasa ragu apakah nantinya soal matematika jadi lebih sulit tanpa Jihyun? Tapi, meskipun begitu Taehyung masih bisa bertemu dengan Jihyun di jam ekstrakulikuler.


Dan yang lebih menyebalkannya, nomor absennya sekarang tiga belas. Berbeda dengan Jihyun yang malah mendapat nomor absen lima belas. Tapi Taehyung tetap mencoba biasa saja dengan hal itu.

Kim Taehyung! Antarkan buku-buku ini ke lab bahasa!”

Sebagai seorang ketua kelas, kedisiplinan dan tanggung jawab Taehyung sangat dituntut. Jadi, dia adalah orang pertama yang akan diminta tolong oleh guru. Dan dia sudah merasa terbiasa akan hal itu.

Baru tungkainya melangkah di sekitar koridor kelas, suara petikan gitar menggema di telinganya. Lalu disusul suara lembut dari seseorang yang tak familiar baginya. Pelan-pelan dia mengendap ke sumber suara di balik tembok.

“I’m not the kind of girl..”

Lantas, senyum terbingkai di wajahnya. Itu Jihyun! Gadis bersurai hitam pekat bermata obsidian. Si partner yang membuat Taehyung tergila-gila. Tanpa Taehyung sadari, kakinya bergerak sendiri untuk mendekat ke arah Jihyun. Gadis itu menghentikan permainan gitarnya dan menyambut Taehyung dengan hangat.

“Hai” sapaan yang tak terlalu canggung

“Boleh aku...”

“Ya, silahkan” Jihyun menggeser pantatnya lalu menyandarkan gitar tersebut ke dinding.

“Ayo, lagi!” kata Taehyung dengan antusias. Jihyun mengernyitkan alisnya bingung.

“Ayo mainkan lagi swiftie, hmm duet ya! Everything has changed” tanpa banyak kata, Jihyun menganggukkan kepalanya lalu mulai memainkan lagu yang Taehyung minta.


Ah, seketika Taehyung lupa kalau Hwang Saem memintanya mengantar setumpukkan buku ke lab bahasa.

________________________


“Kenapa kau benci angka tiga belas?” Jihyun bertanya dengan mimik yang terbilang sangat antusias.

“Begini, di tanggal tiga belas aku kehilangan Jiyoung. Ia sahabat terbaikku. Kau sendiri kenapa suka angka tiga belas?”

“Perlu aku jelaskan?” Taehyung mengangguk sekali dengan matanya yang berbinar.

“Aku lahir di tanggal tiga belas, absenku di kelas sembilan juga nomor tiga belas, nomor punggungku tiga belas, di tanggal tiga belas bukannya kita bertemu ya?” Sekali lagi Taehyung mengangguk.

Segera ia menyergah kata-kata Jihyun, “Tapi itu tangga sial”

“Jika itu memang sial, aku rela bahkan sangat bersyukur. Karena, sisi positifnya aku bisa mengenalmu. Bahkan jika itu sial, maka sangat disayangkan kalau aku tak mengalaminya”

“Maksudmu apa Jihyun?”

“Kau hanya perlu memahaminya baik-baik”


Keduanya terdiam. Mereka malah memilih untuk menyaksikan adik kelas mereka yang sedang berlatih basket pra turnament. Hingga Jihyun kembali memecah kecanggungan yang ada.

“Kau tahu tidak?” Taehyung menggeleng tapi tatapannya tetap tertuju pada tiga orang di tengah lapangan. Alih-alih ia membuat dirinya sendiri grogi, ia memilih berpura-pura memperhatikan tiga anak kelas tujuh tadi.

“Tuhan selalu menciptakan sesuatu yang memiliki sisi positif dan negatif. Semua ditujukan untuk makhluk - Nya agar mereka senantiasa ingat pada – Nya. Dan hal-hal yang menimpamu dengan angka tiga belas, mungkin karena kebetulan itu semua sedang di titik negatif. Tapi, jika kau perhatikan baik-baik, banyak kejadian yang tak terduga di tiap angka”

Kata-kata Jihyun kali ini bisa menggoyahkan segala keyakinan Taehyung akan laknatnya angkatiga belas. Mungkin setelah ini takhayul angka tiga belas bisa musnah dari otaknya. Taehyung memandang Jihyun sejenak, ia bahkan tak bergeming saat Jihyun balik memandangnya dan memberinya senyum.

“Segitu cintanya dengan matematika? Aku malah benci” Jihyun tertawa mendengar penuturan Taehyung. 

“Benci, benar-benar cinta? Kau benar-benar cinta matematika? Whoa, daebak!”

Aniya, aku tak suka matematika”

“Jangan begitu, aku sudah bilang, tiap angka ada cerita. Kau harusnya mendatangi adikku untuk konsultasi angka, Tae!” taehyung mengernyit bingung. Mendatangi adiknya Jihyun? Si Jungkook yang katanya hobi menulis dengan biner? Andwae, bisa juling matanya jika ia diajak berbahasa biner. Taehyung itu manusia biasa anti matematika, bukan seperti Jungkook si pecinta matematika.

____________________ 


Hari itu tepat perayaan ke lima tahun pasca meninggalnya Jiyoung. Di pagi hari setelah Taehyung membantu ibunya menyiram tanaman, buru-buru ia mengayuh sepada hitamnya ke areal pemakaman. Sesampainya di sana, ia meletakan se-bucket bunga. Lalu berdo’a sejenak sebelum ia meminta izin pada mendiang sahabatnya itu.

Niatnya sudah bulat. Rencananya, hari ini ia akan menyatakan perasaannya pada Jihyun. Mumpung masih ada waktu sebulan menjelang acara kelulusan.

Kedengarannya memang menggelikan. Taehyung si paranoid sekarang malah terihat seperti menentang keyakinannya sendiri. Ia mendatangi pemakaman di tanggal tiga belas, lalu mencoba mengajak bicara makhluk yang telah terkubur di sana, hiii.

Seusai berziarah, Taehyung kembali mengayuh sepedanya menuju taman kecil di sekitar sektor sekolahnya. Sesuai rencana, ia telah mengabari Jihyun untuk datang pada pukul  sebelas siang. Meski Jihyun suka angka tiga belas, bukan berarti ia akan meminta Jihyun menemuinya pukul satu juga.

Setelah mendapati Jihyun datang, Taehyung langsung berlari ke arahnya dan menarik tangan Jihyun menuju gedung perpustakaan kota. Harusnya Jihyun marah, tapi ia memilih untuk diam karena kelelahan mengikuti Taehyung.

“Aku ingin menunjukkanmu ini” 

“Kau minta aku baca ini? Misteri angka tiga belas, yang benar saja!”

Jihyun langsung melangkah pergi meninggalkan Taehyung. Dengan sigap, Taehyung mengejarnya. Kembali menarik tangan mungil gadis itu tanpa izin. Kali ini tujuan pelariannya adalah planetarium. Karena hari itu lumayan sepi, maka tak perlu waktu lama bagi mereka untuk mendapatkan tiket masuk.

Begitu tiket ada di tangan, Taehyung mengajak Jihyun  untuk menyaksikan bintang gemintang di langit buatan. Jihyun yang tak tahu maksud Taehyung lagi – lagi hanya pasrah membiarkan tangannya dibawa ke sana-sini.

“Lihat! Indah bukan?” lantas Jihyun mendongakkan kepalanya untuk melihat rangkaian miniatur (?) angkasa.

“Kau suka?” Jihyun hanya mengangguk.

“Semua yang di atas sana lebih indah dari matematika. Lebih indah dari angka tiga belas. Tapi, masih ada yang lebih indah dari bintang – bintang itu” Jihyun menatap Taehyung. Memaksa laki-laki itu untuk menuntaskan kalimatnya.

“Kamu. Iya, kamu!1 Kamu lebih indah dari mereka” kata Taehyung tanpa ragu. Maka semburat merah muncul di kedua pipi Jihyun seketika. Ia merasa ada seribu bahkan mungkin jutaan sayap kecil bergemerisik di dalam perutnya.

Taehyung membuatnya kehabisan kata. Partner-nya yang satu ini memang berbeda. Dia aneh, sangat. Tapi itu lah hal yang membuat Jihyun tertarik padanya. Hingga suatu ketika, ia juga merasakan hal yang sama tanpa ia sadari sendiri.

____________________


Bulan mulai naik menggantikan posisi matahari. Tapi, mereka berdua belum juga sampai di rumah masing – masing. Taehyung masih setia mengayuh sepeda hitamnya menuju rumah Jihyun. Sementara Jihyun sendiri tengah kalut pada perasaannya. Maka tak ada yang bisa mereka lakukan selain berboncengan di satu sepeda tanpa suara.

Kejadian hari ini mungkin tak akan Jihyun lupakan. Bahkan, ini kali pertama ada seorang anak laki-laki hiperaktif yang bilang kalau dia lebih indah dari bintang. Dan bodohnya, Jihyun malah merasa bahagia entahlah mungkin rasanya seperti diterbangkan ke awan.

Ckiiiitt... *rem mendadak*

Wae?” tanya Jihyun kaget

“Sepertinya ban ini bocor, rumahmu masih tiga blok lagi. Mau kuantar?” Jihyun langsung turun dari sepeda tersebut. Ia membungkukkan badannya tanda terima kasih.

Ani, biar aku lanjut saja. Ini sudah malam bukan? Gomawo Taehyung” lalu ia tersenyum dan berbalik badan menuju arah rumahnya. Jujur, rasanya ia tak tega membiarkan Taehyung berdua dengan sepeda yang kebocoran ban.

“Kau yakin?” tanya Taehyung saat Jihyun berada di langkah ke empat. Jihyun pun menghentikan langkahnya dan berbalik, “Ne! Annyeong Taehyung, jaljayo

Baru sampai di persimpangan jalan, ia merasa ketakutan. Gelapnya malam bisa membuat ia dalam keadaan bahaya bukan? Terlebih, sekarang ia malah sendirian. Tapi, Taehyung tiba-tiba muncul di sampingnya dengan menuntun sepedanya.

“Biar ku temani. Kita kan sejalan”


BLAM!


Rasanya malu sekali. Ia telah meninggalkan Taehyung dengan sepeda berban bocor tapi, laki-laki itu mau menemaninya pulang. Ini tak setimpal.

Dan untuk ke dua kalinya, mereka hanya membisu di perjalanan. Tak ada suara yang terlontar dari keduanya. Selain rasa canggung dan suara deru angin malam yang membuat siapapun bergidik kedinginan. 

Dan aksi diam itu selesai ketika langkah mereka sampai di ambang pinu rumah Jihyun.

Gomawo Taehyung, maaf merepotkanmu” Jihyun membungkuk berulang merasa bersalah

“Ah, tak apa. Kalau begitu, aku pulang ya!” Kali ini Taehyung yang membungkukkan badannya sedikit.

Err, kau tak mau mampir dulu?” tawar Jihyun ragu

Gomawo, ini sudah pukul tujuh” lagi dan lagi Taehyung tersenyum. Tahu kah ia jika ia tersenyum Jihyun merasa darahnya berdesir hebat.

“Maksudku, ini sudah malam di luar dingin dan gelap. Belum lagi, ban sepedamu bocor. Kau bisa bertukar sepeda dengan milik Jungkook” Jihyun menggigit bibir bawahnya. Takut – takut ekspresi gugupnya kentara.

“Tak apa, gomawo Jihyun. Jaljayo” Taehyung berlalu meninggalkan Jihyun yang masih termangu di tempatnya.


Satu langkah,

Dua,

Tiga..

“Ya!”

Teriakan Jihyun membuat Taehyung menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Jihyun mendekat ke arah Taehyung dengan deru nafas yang tak beraturan. Padahal, ia hanya berjalan kurang dari sepuluh langkah.

“Boleh aku jawab sekarang?” tanya Jihyun ragu.

“Jika kau tak keberatan, tak masalah” Taehyung tersenyum antusias

Err.. Taehyung, aku mau”

Taehyung tersenyum sangaaat lebar. Itu untuk menunjukkan sebesar apa rasa bahagianya saat ini. Mungkin jika ia tak bisa mengontrol perasaan bahagianya, sepedanya kini pasti ambruk.

Gomawo, Jihyun. Jeongmal  gomawoyo, sa-“

Saranghae. Na - do” jawab Jihyun malu-malu

“Sana pulang, kau bilang ini sudah malam” Jihyun berkata tapi ia masih tertunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Ne, gomawo! Cha – gi?”

“Hmm, Cha- ah apa sih?” keduanya malah terkekeh bersama menyadari kecanggungan yang ada.
Dengan berani, tangan Taehyung bergerak maju mengacak rambut Jihyun pelan.  Dugaannya benar, rambut hitam pekat ini memang sangat lembut. Dan Jihyun hanya menggelengkan kepalanya.

Jaljayo, sana masuk rumah!” Jihyun menganggukkan kepalanya lalu berbalik memuju rumahnya. Taehyung juga melakukan hal yang sama. Melanjutkan langkahnya dengan sepeda berban bocor menuju rumah.

“Taehyung!” Jihyun memanggilnya dengan lantang.

Taehyung membalikkan badannya untuk ke dua kalinya. Dilihatnya Jihyun memberikan love sign dari jemari lentiknya. Maka, Taehyung pulang ke rumah dengan keadaan hati yang sangat damai. Meskipun dingin dan gelap malam menuntunnya, itu semua tak masalah. Baginya, saranghae dari Jihyun sudah cukup membuat malam ini terasa hangat dan terang.

Tiga belas, itu angka sial!


Persetan dengan mitos itu. Taehyung cinta angka tiga belas.

-fin-

Also posted in my wp acc. Thanks~ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar