Tittle : Heart Beat
Author : Yang Punya Blog Ini ^^v
Main Cast :
- Xi Lu Han (EXO-M)
- Park Hyun Ji (OC)
Support Cast :
- Find it later xp
Genre : School Life, Romance, Sad, Teenagers
Lenght : Chaptered
Summary :
“Ini kisah tentang dia, cinta pertamaku. Tentang dia, yang dengan tega telah meninggalkan ribuan bahkan, jutaan kenangan bahagia. Tentang dia, yang dengan kejam telah membuat jantung ini bekerja berjuta bahkan mungkin, bermilyaran kali berpacu jauh lebih cepat dari sebelumnya. Tentang dia, yang dengan curangnya telah mengambil alih isi pikiranku selama 24 jam nonstop tanpa rasa ‘tidak khawatir’! Dan juga tentangnya, yang dengan berani-nya muncul setelah hari itu hingga saat ini.. Oh,terima kasih atas semua kekejaman ini! kau tau hmm? Aku menikmatinya..“
~@^-^@=Woooke, Happy Reading All=@^-^@~
“Hey, Hyunji-ah!” seru Luhan sambil berlari kecil mengejar Hyunji
“Ah, nde!” “Kau ikut acara besok malam tidak?” tanya Luhan dengan senyum yang agak canggung. Err, tapi senyumnya ini memang canggung.
Deg.
'Tampan' satu kata terlintas di otak yeoja ini saat Luhan mengacak rambutnya sendiri dengan satu tangan sementara tangannya yang lain ada di saku celananya.
Hyunji merasa darahnya berdesir hebat, jantungnya entah ada di mana sekarang. “Err.. Besok malam, malam apa? Acara apa?”
“Aish, kau tak tau atau lupa! Besok malam kan Eunwoo ulang tahun. Nah, bukannya kau diundang?” jawab Luhan sambil menarik salah satu alisnya.
“Oh iya! Mianhae, aku lupa” jawab Hyunji dengan malu-malu disertai gerakan menepuk pelan keningnya.
“Yak! Berangkat bersamaku ya!” Kini Luhan tersenyum. Hyunji terdiam sesaat lalu beringsut menganggukkan kepalanya dengan antusias. “Ok! Aku datang pukul tujuh! Bersiaplah!” kata Luhan sambil mengacak gemas rambut coklat Hyunji lalu secepat kilat mencubit pipi putih Hyunji dan buru - buru berlari menyusuri koridor lagi.
‘Dia.... Mengajakku?’ Hyunji tak bisa melepaskan senyumnya lalu ia memegang dada kirinya. Tidak! Jantungnya menggila lagi.
~@^-^@~
Maka pada malam itu pukul setengah tujuh, Hyunji hanya diam termangu di depan meja belajarnya. Jari – jari lentiknya mengeluarkan satu set peralatan make up yang masih terbungkus rapi. Chanyeol yang membelikannya dua bulan silam. Agar Hyunji lebih girlie, katanya.
Dengan wajah kalut ia menarik kursinya mendekat ke depan cermin besar di lemari pakaian. Ia terus menggigit bibir bawahnya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dengan ragu Hyunji memoleskan bedak putih di wajahnya yang sekarang memucat (karena grogi, mungkin). Tak lupa ia membubuhkan eyeshadow tipis dan blash on di pipinya. Lalu ia memoleskan lip gloss merah muda di bibirnya. Satu yang tak ketinggalan, dengan sangat tipis, ia menyisir bulu matanya dengan eyeliner. Ini semua ia dapatkan karena sering melihat Nayoung berdandan.
Ia bangkit perlahan lalu mulai membenahi tatanan rambutnya. Ia menyisir rambut hitam kecoklatannya kembali, menyematkan jepitan senada dengan dress hijau lime selututnya. Dia juga menyemprotkan parfum beraroma vanilla kesukaannya. Dipakainya wedges lima centi yang tadinya tergletak tak berdaya di dalam kotak di bawah meja belajar. Ini pemberian ibunya setahun silam, untung masih muat.
Sungguh, Hyunji sendiri heran kenapa tangannya dengan perlahan membuat dirinya sendiri menjadi seperti bukan dirinya. Seperti seseorang yang beda. Takjub dan menggelikan datang secara bersamaan di benaknya ketika melihat refleksi dirinya di cermin.
Jangan tanya bagaimana bisa dalam sekejap yeoja secuek Hyunji bisa peduli pada penampilan. Dia sendiri tak tahu. Tiba – tiba terlintas bermacam – macam pertanyaan di hatinya,
“Apa ini norak?”
“Apa aku berlebihan?”
“Apa ini bagus?”
“Apa ini menggelikan?”
“Apa pedapat yang lain tentang ini? Ugh!”
Dan satu pertanyaan yang paling mendominasi otaknya saat ini,
“Apa ia akan menyukainya?”
Kreek..
“Hyunji-ah, te... wow, kau Hyunji? Kau transgender ne? Aigooo..” Chanyeol takjub atas perubahan penampilan adiknya. Ternyata adiknya cukup berpengetahuan dalam hal menata diri. Karena, enam belas tahun ia hidup bersama Hyunji baru kali ini Hyunji terlihat sangat, girlie.
“Apa ini berlebihan?” tanyanya pada Chanyeol yang masih tergugu di daun pintu. Yang ditanya hanya menggeleng lalu mengacungkan kedua ibu jarinya sambil tersenyum memastikan.
“Temanmu menunggu di bawah, apa ia namjachingumu? Sepetinya spesial sekali, hingga kau berdandan selayaknya yeoja” mendengar kata-kata Chanyeol, pipi Hyunji bersemu merah. Rasa hangat karena malu timbul begitu saja. Dan rasa marah juga muncul.
“Aku pergi dulu, oppa!” hyunji segera berjalan keluar kamar. Baru sampai di daun pintu, Chanyeol mencegatnya.
“Kau menyukai dia bukan? Ayolah, mengaku saja, kakakmu yang tampan ini tahu lho!” Chanyeol menggodanya. Mati – matian Hyunji menahan malunya, ia juga menyumpahi Chanyeol dalam hati.
“Ah, sudahlah! Aku berangkat!”
“Hei agasshi, kau lupa cara jalannya seorang yeoja sungguhan? Jangan pakai wedges jika kau tak biasa hahaha, mana ada yeoja jalannya begitu!” Chanyeol meledeknya lagi. Ia hanya bisa menyumpahi kakaknya dalam hati, karena jika ia membalasnya, maka Chanyeol akan lebih berisik dari ini.
“Hei nona! Jangan macam – macam di kencan pertama ne? hahaha”
~@^-^@~
Luhan mulai bosan menunggu Hyunji. Maka ia memutuskan untuk mengecek ponselnya. Banyak teman – temannya yang sudah datang di rumah Eunwoo.
Tap..tap..
Hyunji muncul dari tangga.
Bagaikan dalam drama kebanyakan yang sering ditonton Baekhyun di dorm. Hyunji benar – benar bertransformasi menjadi namja yang er.. girlie. Eh, yeoja girlie maksudnya. Penampilannya berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat dari biasanya.
Jujur, sesaat Luhan lupa cara bernafas ketika melihat Hyunji yang semakin lama semakin mendekat. Cantik. Anggun. Sangat, sangat cantik! Luhan suka itu!
Brak..
Tepat di anak tangga terakhir Hyunji terjatuh. Ia terpeleset, ia belum biasa memakai benda macam wedges ini. Diam seketika. Tawa Luhan buncah begitu saja. Well, meskipun terjatuh tapi ia tetap mempesona di mata Luhan.
“Kau? Memakai wedges? Gyahahahaha, yang benar saja! Hahahaha” menepuk – nepuk pahanya sambil tertawa renyah.
“Jika tak biasa jangan dipakai, hahahaha..” menggeleng – gelengkan kepalanya tak percaya
Hyunji lagi – lagi mengumpat dalam hati. Oh, adakah orang yang mau mendukungnya kali ini saja atas penampilan barunya? Segera ia bangkit lalu mengambil tas kecilnya dan menepuk – nepuk bajunya yang kotor. Dengan wajah kusut, Hyunji menendang wedges yang dipakainya sehingga wedges tersebut lepas dan tergeletak di lantai begitu saja.
Buru – buru ia naik lagi ke atas dan berkata “Tunggu di sini sebentar” dengan ketus dan galak. Luhan merasa bersalah, bukankah harusnya sebagai seorang namja ‘sungguhan’ akan menolong seorang yeoja terjatuh? Bukan malah menertawakannya dengan penuh antusiasme tinggi.
Kurang dari lima menit, Hyunji turun lagi. Kali ini kakinya dibalut oleh sneaker hijau lime.
“Kajja!” Hyunji mendengus sebal lalu jalan terlebih dulu daripada Luhan. Sementara Chanyeol yang mengamati kejadian tadi dari lantai dua mati – matian menahan tawa. Lalu ia berteriak menggoda keduanya,
“Hey, kencan pertama jangan gagal eoh!”
Luhan hanya nyengir - nyengir tak jelas, ia merasa malu. Sementara Hyunji hanya memelototinya dengan sebal kemudian lanjut berjalan dengan kaki dihentak keras-keras ke lantai.
“Yak, aku ditinggal lagi! Hyung, duluan”
~@^-^@~
Salahkah jika seorang sahabat mengajak sahabatnya makan bersama yang lainnya? Inilah yang dirasakan oleh Luhan ketika ia mengajak Hyunji dan ketiga sahabatnya yang lain, Kyungsoo, Zi Tao dan Jongin ke sebuah kedai ddoubbokki (gue gatau nulisnya oy ._.v). yang jadi masalah adalah, ketika datang seseorang yang tak diundangnya lalu ia merusak suasana.
Sore itu, Seoul diguyur hujan lumayan deras. Luhan dan Kyungsoo masih mengerjakan tugasnya untuk membantu Lee Songsaengnim merekap daftar nilai kelasnya. Mereka berdua masih di ruang guru, mungkin sekitar lima belas lagi mereka baru selesai. Luhan ingat betul tadi pagi Zi Tao bilang ingin pulang bersama. Maka dari itu, tadi Zi Tao dan yang lain bilang akan menunggu mereka berdua di kelas.
Setelah selesai, Luhan dan Kyungsoo buru – buru kembali ke kelas. Takut yang menunggu sudah pulang.
“Luhan, sepertinya kita harus membalas jasa tunggu mereka. Kau tahu sendiri kan seperti apa jika mereka ngambek?” kata Kyungsoo dengan harap – harap cemas. Tiba – tiba terbesit sebuah ide di benak Luhan. Ia mengeluarkan dompet dari saku blazernya, mengecek saldo uang tunainya.
“Ekkhemm, jjangmyun, ramyeon, dan ddoubbokki sepertinya pas untuk cuaca dingin seperti ini!” sindir Kyungsoo saat ia melihat isi dompet Luhan.
“Gurrae, kalau begitu kita berlima makan di sana, otte?”
“Wow, kau mengerti kami Luhan!” kata Kyungsoo setengah memekik kegirangan lalu ia ingat satu hal, “Siapa yang bayar?”
Luhan menjitak pelan kepala Kyungsoo, dan memasang wajah datar seketika “Naega!”
“Gurae namja!!!” jawab Kyungsoo meledek. Sambil bertepuk tangan seakan – akan memberi penghargaan.
Sampai di kelas ternyata ke tiga sahabatnya yang lain masih di sana. Mereka benar – benar menunggu Luhan dan Kyungsoo. Hyunji yang melihat kedatangan keduanya langsung menutup novel yang ia baca dan membangunkan Zi Tao yang sudah tertidur pulas dengan wajah tertelungkup di atas meja. Sementara Jongin masih asyik mengerjakan tugas matematikanya.
“Oke, aku bisa jamuran menunggu kalian berdua, untung hujan datang jadi kami masih menunggu kalian! Hoaam..” kata Zi Tao dengan wajah ngantuknya.
“Sudah kan? Ayo pulang mumpung hujan sudah reda!” kata Jongin merengek
“Aaaah, gara – gara kalian berdua Nayoung jadi meninggalkanku, untung ada duo jelek ini jadi fine saja menunggu kalian. Ayo pulang, aku lapar!”
Ketiganya langsung beringsut merapikan bukunya dan mengambil tas, hendak beranjak dari kursi. “Yak! Kalian tak ikhlas eoh?” tanya Kyungsoo dengan sebal.
Luhan dan Kyungsoo-pun ikut mengambil tas yang masih tergeletak di atas meja. Sementara Zi Tao sudah berjalan ke ambang pintu “Aku pulang duluan ne? Tak ada gunanya menunggu kalian cih, lama sekali aku kan jadi lapar dan mengantuk”
“Pulanglah mata panda” usir Hyunji
“Yaak! Aku pulang nih!” rujuk Zi Tao
“Pulang tinggal pulang saja” Jongin ikut – ikutan
“Serius, tak apa aku pulang?” tanya Zi Tao dengan wajah ngantuk dan melas
“Kau labil sekali, pulang saja sana! Lihat, pintu kelas masih terbuka lebar!” kata Hyunji agak kesal
“Oke, aku pulang, annyeong!” Zi Tao memutuskan untuk pergi meninggalkan kelas. Lalu dengan sengaja, Kyungsoo berteriak memancing Zi Tao “Jadi Luhan, di mana kau akan mentraktir kami huh?”
Zi Tao yang belum jauh dari kelaspun langsung balik arah dan muncul di pintu begitu mendengar kata ‘traktir’ otaknya merespon kata itu dengan cepat.
“Siapa yang akan mentraktir?!” tanyanya dengan wajah ceria tiba – tiba.
“Katanya mau pulang?” tanya Jongin bertujuan untuk menyindir
“Aku tak membiarkan perutku meraung – raung kelaparan sampai di rumah tau!” kata Zi Tao menuntut. Dan akhirnya mereka berlima melanjutkan langkah ke kedai ddoubbbokki terdekat daerah SOPA. Seperti biasa, Kyungsoo, Zi Tao dan Jongin sudah jalan mendahuluinya. Dan akhirnya, Luhan dan Hyunji berjalan berdampingan.
Begitu mereka berlima sampai di gerbang sekolah, tiba – tiba saja Chorong muncul. Ia kehujanan, badannya menggigil. Luhan merasa tak tega, dan akhirnya tanpa persetujuan ke empat sahabatnya, ia mengajak Chorong untuk bergabung.
~Hyunji POV~
Kami berjalan beriringan. Demi apapun, menyenangkan rasanya ketika berjalan dengannya. Terlebih senyum selalu merekah di wajah tampannya. Ugh, kau membuat jantungku menjadi liar Xi Luhan!!! Mentraktir kami makan pun tak cukup untuk membalasnya, hahaha!
Begitu sampai di gerbang sekolah Park Chorong, teman sekelasku muncul. Ia tak mengenakan apapun selain seragam sekolah yang basah itu. Mungkin Luhan tak tega melihatnya. Ia langsung mendekat ke arah Chorong. Aku dan yang lain agak kaget saat melihat kejadian barusan. Bagaimana tidak? Aku tahu betul Luhan! Ia tak akan mau dekat - dekat dengan yeoja kecuali aku dan Nayoung. Tapi kali ini, jinjjayo? Ia mengajak seorang Park Chorong untuk makan bersama kami.
Oke, itu fine saja buatku. Tapi entah mengapa badanku merasakan sesuatu yang aneh. Panas di dalam, dingin di luar. Luhan memasangkan blazer yang tadi ia pakai ke badan basah Chorong. Lalu dengan wajah tersipu dan menggigil, Chorong hanya merunduk dan mengucapkan terima kasih berkali – kali pada Luhan. Damn it! Aku hanya bisa menahan amarahku.
Rasanya kesal. Panas. Harusnya yang berjalan di samping Luhan itu aku! Harusnya yang dipakakaikan blazer Luhan itu aku! Harusnya yang duduk di samping Luhan itu aku! Karena aku yang telah menunggu Luhan, bukannya yeoja itu! Hey, aku juga sedang kedinginan!
Rasanya menyebalkan ketika melihat pipi Chorong bersemu merah seperti tomat saat Luhan menawarinya garpu karena sumpit Chorong selalu terjatuh. Bukankah Chorong sudah biasa memakai sumpit, kenapa sebegitu anehnya eoh? Rasa marah, kesal, panas itu terus berkembang tiap detiknya. Akhirnya, aku memutuskan pulang saat itu juga dengan alasan aku ada janji dengan oppa.
Maka sepulang dari kedai itu, aku berjalan lesu dengan badan basah kuyup karena tadi aku berjalan dari halte ke rumah. Badanku rasanya pegal dan panas tapi biarlah, rasa panas lebih mendominasi hatiku ketimbang badanku. Dan aku memutuskan untuk menghabiskan malam ini dengan tidur setelah mandi. Karena ini malam Minggu. Dan aku, cemburu!
~@^-^@~
Hari ini ada ujian praktek musik. Ujian ini dilaksanakan secara berkelompok. Satu kelompok terdiri dari empat orang, dan wow! Aku sekelompok dengannya. Bahagia? Tentu saja! Tapi rasa bahagia itu menguar entah kemana setelah Kwon Saem menyebutkan anggota kelompok kami yang terakhir, Park Chorong. Sungguh, perasaanku mulai tak enak.
Di sini tugasku memainkan gitar, seperti biasa. Tadinya Luhan yang memaksa untuk memainkan gitar. Dan aku tak mau kalah, ia pikir hanya ia yang bisa main gitar? Aku tahu, dia memang seorang gitaris tapi bisakah memberi kesempatan untukku? Dan pada akhirnya, kami berdua bertugas memainkan gitar.
Sementara Sungjae bertugas mengaransemen lagu dan bernyanyi, ini memang bagiannya. Dan Chorong, well terpaksa ia menjadi ‘penyanyi utama’ di kelompok kami. Hey, suaraku juga bagus kok, lebih bagus malah! Tapi karena Luhan, tak apa aku menjadi gitaris sesaat.
Kami mulai tugas kami, dalam hitungan menit Sungjae telah selesai mengaransemen musik. Well, ia memang bisa diandalkan! Kamipun segera berlatih. Dan kurasa penampilan kami nantinya akan menjadi yang terbaik. Sekitar tiga puluh menit kemudian, Kwon Saem meminta kami untuk masuk ke ruang musik setelah kelompok Kyungsoo keluar dari sana. Dan semua berjalan lancar saja seperti waktu latihan. Setidaknya, kami telah menampilkan yang terbaik.
Setelah semua kelompok tampil, Kwon Saem kembali ke kelas dan mengumumkan kelompok terbaik. Sepertinya harapanku terkabulkan kali ini. Kelompok kami menjadi yang terbaik. Beliau meminta kami menunjukkan penampilan tadi di depan kelas. Dan tiba – tiba saja Sungjae sakit perut, maagnya kambuh katanya. Terpaksa kami tampil bertiga dengan aku pada gitar, Chorong dan Luhan menjadi penyanyinya. Jujur, rasanya tak baik.
Semua anak berteriak – teriak gaduh saat melihat Chorong dan Luhan. Mereka menyoraki Luhan seperti pasangan baru. Ugh, rasanya sakit. Detak jantungku memburu tak karuan. Rasanya sakit, aku kesal. Lalu di pertengahan lagu, mereka benar – benar menikmati alunan gitarku dan menghayati lagu.
Yang lain tetap memberi tatapan menggoda pada Luhan dan Chorong. Dan lihatlah, Chorong lagi – lagi tersipu malu! Dan di akhir lagu – ini tak pernah kuharapkan - mereka menggenggam tangan satu sama lain dan bertukar tatapan dengan intens, layaknya dunia memang hanya milik mereka berdua. Ini... menyedihkan. Sontak saja semua temanku di kelas bersiul dan menggoda mereka berdua yang sedang tersipu malu. Lihatlah, di sini tak ada yang mengerti perasaanku! Termasuk sahabatku. Jelaslah, aku bukan siapa – siapa selain sahabat baginya.
Mataku panas, dadaku sesak, aku hanya bisa menahan emosiku dengan menggigit bibir bawahku dan merapatkan gigiku kesal. Setelah lagu usai, aku tak mau berada di kelas lebih lama dan aku memutuskan untuk pamit dari kelas Kwon Saem dengan alasan tak enak badan dan langsung beringsut pergi. Aku tak peduli siapapun yang melihat gelagat anehku ini.
Aku tak bisa menahan tangisku lebih lama lagi. Rasanya sakit melihat ia dengan santainya menggenggam tangan dan menatap yeoja lain dengan tatapan teduh. Belum lagi seisi kelas yang berteriak gaduh dan bahagia tadi. Mereka semua mendukung hubungannya. Aku tak tahu harus lari kemana lagi selain ke rooftop sekolah. Di sana aku terisak, aku tak bisa menahan rasa sakit ini. Aku terus memukul dadaku yang sesak. Entah apa tujuannya, semua itu reflek.
Aku tahu, beruntung rasanya saat ia menganggapku ada (sebagai sahabat, catat itu! Sahabat!). tapi rasa itu masih kurang bagiku. Aku menginginkannya lebih dari ini. Memang kurang ajar rasanya. Aku sadar, aku memang bukan siapa – siapa baginya. Lagipula kemungkinan aku untuk bersamanya hanya satu banding sejuta.
Aku merunduk lalu terduduk lesu di lantai rooftop yang dingin ini. Bibir bawahku berdarah karena sejak tadi aku menggigitnya dengan keras. Aku ingin berteriak sekeras mungkin tapi tenggorokkanku tercekat. Aku belum bisa mengatur deru nafasku sendiri. Tangisku makin pecah, tanganku masih terkepal keras, badanku bergetar hebat.
Salahkah jika aku mencintai sahabatku sendiri padahal jelas – jelas ia mencintai yeoja lain? Aku masih menangis terisak tatkala bel sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat dimulai.
Hawa dingin di rooftop ini makin menambah rasa malasku untuk kembali ke kelas. Aku lebih suka di sini, menghabiskan tangisku. Hingga sebuah suara memanggilku. Aku kenal suara itu.
Aku menghentikan tangisku tapi nafasku masih tersengal. Aku mengelap jejak air mataku serabutan. Ia berjalan mendekat, lalu duduk di sampingku, sejenak kami terdiam. Aku masih mengatur nafasku, saat keadaanku sudah membaik, ia memecah kesunyian diantara kami.
“Kenapa kau pergi keluar padahal jam pelajaran belum usai?” tanyanya lembut, sangat lembut. Aku hanya diam memandang lurus ke depan dengan sesekali menyedot lendir di hidungku, tak ada niat untuk menggubris pertanyaannya sekalipun. Apa ia tak tahu aku sakit hati melihatnya tadi? Berlebihan memang, tapi perasaanku ini jujur sepenuhnya.
“Hey, Hyunji kau kenapa?” ia masih bertanya dengan lembut, lebih lembut dari yang tadi. Sungguh, rasanya aku ingin memeluknya sekarang. Dan jika ia tak keberatan, aku ingin menangis di pelukannya. Aku hanya menggigit bibir bawahku, dan rasa darah segar dengan jelas bisa kurasakan memenuhi indera pengecapanku.
Ia hanya diam setelah mengajukan pertanyaan yang sama berkali – kali. Aku juga diam tak menjawab pertanyaannya. Merasa terabaikan, ia bangkit dari duduknya. Entah makhluk apa yang merasukiku, aku langsung menahan tangannya, memintanya untuk tetap tinggal dengan tampang memalukan ini. Dan ia tak jadi pergi, ia malah tersenyum. Manis sekali.
“A..aaku sesak nafas, butuh udara segar..” jawabku terbata, untuk kesekian kalinya aku berbohong padanya. Setelah mendengar jawabanku, bisa kulihat dari ujung mataku kalau dia tersenyum dengan sangat tulus. Kalau tak salah dugaan, pipiku pasti memerah sekarang. Di saat seperti ini dia datang dan membuat marahku enyah entah kemana.
“Kalau sakit harusnya ke UKS bukan rooftop, tapi kenapa bisa sakitmu membuatmu sampai sebegininya?” ini pertanyaan skakmat untukku.
“Kau tahu aku benci obat, Luhan” dan aku benci sikapmu tadi, lanjutku dalam hati. “Ayolah, sesakit itukah rasanya? Apa kau sudah makan tadi pagi? Kau terlihat pucat” tanyanya dengan nada lembut.
"Bibirmu berdarah" lanjutnya
Aku menggeleng, mengelap sudut bibirku lalu tiba – tiba kurasakan benda dingin entah datang dari mana menyentuh kulit kepalaku dengan lembut. Aku dan dia menengadah ke langit bersama – sama, membiarkan butiran – butiran es lembut itu menghujani kami.
The First Snow,
The winter has just began.
“Kau tahu?” tanyanya tapi dengan kepala masih menengadah ke langit. Aku hanya berdehem menjawab pertanyaannya. Ia pun melanjutkan,
“Di drama yang nenekku tonton, katanya semua kebohongan akan dimaafkan pada saat salju pertama” aku menatapnya sesaat, sekarang ia malah memejamkan matanya, mendongakkan kepalanya ke atas dan melanjutkan kalimatnya yang terdengar seperti sindiran untukku.
Ia tahu aku berbohong, itu pasti!
“Dan konon katanya, semua impian akan dikabulkan” Oh benarkah itu? Maka aku akan meminta kau untuk terus di sisiku. Dan entah kenapa jam istirahat itu rasanya berbeda. Spesial, ketika aku bisa menghabiskan salju pertama dengannya. Lalu ia balas memandangku, mengelap jejak sungai kecil di kedua pipiku dan berkata dengan perlahan,
“Uljima..” ia tersenyum.
*
*
*
*
TBC
Haaai~ ^^ sorry for latepost and typos xD I've already finished my exam (exam exercise O.o?? Try Out I mean._.v) so sorry if it's been too long *grammar hancur sudah* *efek TO* so, just leave comment or critic O.o?? RCL-lah. Thanks a lot <3 NO BASH, NO COPAS, NO PLAGIATISME -_-)9 See ya next time!
Wassalam.. ^_^)7

Tidak ada komentar:
Posting Komentar